Rabu, 01 Agustus 2007

pertanyaan filsuf

Siapakah saya?

Mengapa saya ada?

Apa bedanya saya dengan yang lain?

Untuk apa saya hidup?

Bagaimana saya harus hidup?

Dari mana asalku?

Kemana nantinya tujuanku?

Apa yang harus saya lakukan dan apa yang jangan saya lakukan?

Sudah tepatkah yang saya lakukan selama ini?

Benarkah pengetahuan saya tentang hidup yang saya punyai selama ini?

pluralisme

Kalau saya tidur di kandang kambing, saya tidak perlu menjadi kambing, dan tidak perlu juga mengubah kambing menjadi saya. Bahkan tidak perlu menjalankan suatu metoda toleransi di mana saya mengkambing-kambing diri dan kambing menyesuaikan diri seakan-akan kambing adalah saya. Kambing tidak perlu menyembunyikan identitas dan eksistensinya sebagai kambing, dan saya tidak perlu menyembunyikan siapa saya.

Pluralisme adalah kerbau membiarkan kambing menjadi kambing, dan kambing mempersilakan kerbau menjadi kerbau. Jelas kambingnya, jelas kerbaunya, sehingga plural. Kalau kerbau “tidak boleh menonjolkan kekerbauannya” dan kambing “jangan menonjolkan kekambingannya” maka keadaan akan berkembang menjadi singularisme.

Dikutip dari buku “Kafir Liberal” karya Emha Ainun Nadjib

kebaikan dengan ketulusan

Ada seorang kawan mulanya dia tidak percaya dengan orang berbuat baik dengan ketulusan, katanya itu hanya ada di reality show TV. Pandangan itu berubah disaat putra keduanya yang masih balita meninggal dunia di Rumah Sakit Umum. Katanya, Disaat saya menggendong jenazah anak saya disamping kiri istri menangis terus sementara uang sudah habis nggak tau bagaimana mesti pulangnya.

Sampai kemudian dipintu gerbang rumah sakit ada seorang laki-laki muda memanggil-mangil saya, bapak ibu silahkan naik taxi. Pemuda itu mengantarkan kami sampai ke rumah bahkan ikut mensholatkan dan ikut mengantarkan ke pemakaman. Semua begitu berlalu dengan cepat sampai saya tersadar, .siapa nama lelaki muda itu? dan dimana tinggalnya? saya lupa mengucapkan terima kasih.

becak, dilarang masuk!

Ceritanya ada seorang tukang becak asal Madura yang pernah dipergoki oleh polisi ketika melanggar rambu "becak dilarang masuk" . Tukang becak itu masuk ke jalan yang ada rambu gambar becak disilang dengan garis hitam yang berati jalan itu tidak boleh dimasuki oleh becak .

" Apa kamu tidak melihat gambar itu? itu kan gambar becak tak boleh masuk jalan ini," bentak pak polisi . " Oh saya melihat pak , tapi itu kan gambarnya becak kosong, tidak ada pengemudinya . Becak saya kan ada yang mengemudi, tidak kosong berarti boleh masuk," jawab si tukang becak .

" Bodoh, apa kamu tidak bisa baca? di bawah gambar itukan ada tulisan bahwa becak dilarang masuk," bentak pak polisi lagi .

" Tidak pak, saya tidak bisa baca, kalau saya bisa membaca maka saya jadi polisi seperti sampeyan , bukan jadi tukang becak seperti ini ," jawab si tukang becak sambil cengengesan .

Selasa, 31 Juli 2007

anggota DPR anti restoran

Ada berita mengejutkan yang diungkap Gus Dur kepada umat saat ia berpidato pada September ini. Saat itu sedang marak berita perseteruan antara Komisi Anggaran DPR dengan Indira Soegondo. Juga kasus gugatan anggota DPR dari PAN, AM Fatwa kepada anggota PDIP, Permadi.

Di setiap tempat, Gus Dur selalu mngungkapkan bahwa anggota DPR sekarang sudah berubah gaya hidup.

"Kebanyakan anggota DPR sekarang sudah tidak mau lagi makan di restoran !" ungkap Gus Dur.

Pernyataan ini membuat umat bertanya-tanya, dalam hati mungkin rakyat yang mendengar info itu akan berkata " Allhamdullillah wakil rakyat kita sudah insyaf, dengan merubah gaya hidup bermewah-mewah."

"Mengapa mereka nggak mau makan di restoran?" tambah Gus Dur.

"Karena kalau makan di restoran harus makan sendiri, nyuap sendiri. Sementara anggota DPR kita sudah biasa "DISUAP"," kata Gus Dur.

"Oooh....ternyata kita salah sangka," kata salah satu hadirin.